Sunday, April 26, 2015

Konseling Pendekatan Analisis Transaksional


A.    Latar Belakang Pendekatan Analisis Transaksional

Sejarah
Pendekatan Analisis transaksional dikembangkan oleh Eric Benre (1910-1970) setelah ia mendapatkan gelar M. D (Medical Doctor).  Dari McGill university di montreal pada tahun 1935. Ia menyelesaikan spesialisasi psikiatri di yale University. Ketika mengabdi di tentara Amerika Serikat (US Army) selama tahun 1943-1946, ia mulai bereksperimen tentang terapi kelompok. Setelah itu ia memulai praktik psikiatri di Carmel, California. Berdasarkan hasil observasinya terhadap konseli-konseli, Berne membuat kesimpulan tentang struktur dan fungsi kepribadian yang bertentangan dengan sebagian besar psikiatris jaman itu, sekitar pertengahan 1950. Pada usia 46 tahun, ia mengundurkan diri dari keanggotaan di the Psychoanalitic Institute. Kemudian ia mendobrak asumsi dasar dari Psikiatri tradisional dan mulai berpraktik dengan Transaksional Analysis. Pada tahun 1946 ia menerbitkan buku Games People Play yang menjadi International best-seller (Thompson, et.al, 2004, p.265:Corey,1986, p.149) dalam (Gantina Komalasari, p.90)

            Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.

         Analisis transaksional (TA) adalah merupakan teori kepribadian dan sistem yang terorganisir dari terapi interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa disaat kita membuat keputusan berdasarkan premis premis masa lalu yang pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup kita tetapi yang mungkin tidak lagi berlaku. TA menekankan aspek kognitif dan perilaku dari proses terapeutik. Dalam TA ada tiga sekolah diakui klasik, Schiffian (atau reparenting), dan redecisionaland dua sekolah tidak resmi diidentifikasi sebagai reparenting diri dan korektif orangtua. Redecisional sekolah yang telah diperoleh dalam menonjol dan merupakan fokus dari bab ini.

         Teori analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang mendasar.
(http://wsmulyana.wordpress.com/2009/01/19/analisis-transaksional-eric-berne/)

Latar belakang
Pendekatan Analisis Transaksional merupakan pendekatan yang dapat digunakan pada setting individual maupun kelompok. Pendekatan ini berbeda dengan kebanyakan pendekatan terapi, baik dari segi kontraktual maupun pengambilan keputusan. Pendekatan ini memfokuskan pada pengambilan keputusan di awal yang dilakukan oleh konseli dan menekankan pada kapasitas konseli untuk membuat keputusan baru dan mengganti arah hidupnya (Corey, 1986, p.149 dalam Gantina Komalasari, 2011, p. 89)
Pendekatan Analisis transaksional terdiri dari dua kata, analisis yang berarti pengujian sesuatu secara detail agar lebih memahami atau agar dapatmenarik kesimpulan dari hasil pengujian tersebut, sedangkan transaksional atau transaksi adalah unit pokok dari sebuah hubungan sosial. Dengan demikian analisis transaksional adalah metode yang digunakan untuk mempelajari interaksi antar individu dan pengaruh yang bersifat timbal balik yang merupakan gambaran kepribadian seseorang.

B.     Pandangan Tentang Manusia menurut Pendekatan Analisis Transaksional

Analisis transaksional berakar dari filosofi aniderministik. Filsafat ini menempatkan kepercayaan pada kapasitas individu untuk meningkatkan kebiasaan dan memilih btujuan dan tingkah laku baru. Pendekatan ini melihat individu dipengaruhi oleh ekspektasi dan tuntutan dari orang-orang yang signifikan baginya, terutama pada pengambilan keputusan pada masa-masa dimana individu masih bergantung terhadap orang lain. Akan tetapi keputusan awal tersebut tidak lagi sesuai sehingga dapat membuat keputusan baru (Thompson,et.al.,2004, p.266:Corey, 1986, p. 150-151). Dikutip dari (Gantina Komalasari 2011, p.92)

C.    Konsep Dasar Pendekatan Analisis Transaksional

Pendekatan analisis transaksional memiliki asumsi dasar bahwa perilaku komunikasi seseorang dipengaruhi oleh ego state yang dipilihnya ,setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai sebuah transaksi yang didalamnya turut melibatkan ego state serta sebagai pengalaman dari masa kecil,setiap orang cenderung memilih salah satu dari empat kemungkinan posisi hidup.Pendekatan ini dapat digunakan pada seting individual maupun kelompok yang melibatkan kontrak yang dikembangkan oleh konseli yang dengan jelas menyebutkan tujuan dan arah dari proses terapi.Selanjutnya pendekatan ini memfokuskan pada pengambilan keputusan diawal dilakukan oleh klien dan menenkankan pada aspek kognitif ,rasional dan tingkah laku dari kepribadian dan beriorentasi pada peningkatan kesadaran sehingga konseli dapat membuat keputusan baru dan mengganti arah hidupnya.
Beberapa konsep penting dalam pendekatan analisis transaksional yaitu :


1.      Injungsi (Injunction)dan pengambilan keputusan awal (Early Decision)
(Corey ,1986,p 93) mengatakan Injunctoin merupakan pesan yang disampaikan kepada anak oleh parent’s internal child out dari kondisi kesakitan orangtua seperti kecemasan ,kemarahan,frustasi dan ketidakbahagiaan.Pesan ini menyuruh atau meminta anak untuk melakukan apa yang harus mereka lakukan secara verbal dan tingkah laku ,namun sering pesan ini terbentuk melalui tingkah laku orangtua.Sebagai seorang anak yang membutuhkan pengakuan dan stroke dari orangtua dalam mengambil keputusan awal,sehingga pesan-pesan orangtua diterima oleh anak.Goulding dan Goulding (1978,1979 Hlm 94) mengemukakan injunction biasa terjadi dan beberapa kemungkinan keputusan yang dibuat untuk merespon injunction,diantaranya adalah:
a)      Don’t do anything (jangan berbuat apa-apa)
Injuncition diberikan oleh orangtua yang ketakutan. Injuncition mengatakan kepada anak untuk tidak melakukan aktivitas normal karena takut akan kecelakaan yang mungkin terjadi.Bentuk pesan injuctionnya adalah ‘jangan berbuat apa-apa sebab nanti berbahaya ‘anak yang menerima Injuncition akan mempercayai bahwa tidak ada yang ia lakukan benar atau aman dan biasanya mencari pertolongan orang lain untuk melindungi dan mengambil keputusan untuk mereka (De Blot,2002,p.104;Corey,1986,p.153)
keputusan yang mungkin diambil ”saya takut membuat kesalahan dalam mengambil keputusan ,saya tidak mau mengambil keputusan”(corey,1986,p.153)
b)      Dont’t be (don’t exist)
Pesan yang paling berbahaya(letbal).Pesan ini diberikan secara non verbal melalui cara orangtua berkeyakinan tentang anak mereka.Pesan orangtua dapat berupa”jangan hidup  dan saya berharap kamu tidak pernah dilahirkan sehingga saya tidak harus meninggalkan semua yang saya punya”Anak yang menerima pesan don’t exist ini akan menyusun naskah hidup yang berkeinginan untuk bunuh diri ,minder,tidak berguna,tidak berharga ,sikap brutal dan tidak peduli (De Blot ,2002,p.95-96;Corey ,1986,p.153)
Keputusan yang mungkin diambil saya  akan melakukan apa yang kamu inginkan dan berpura-pura saya tidak ada dalam keluarga ini”
Orangtua yang memberikan pesan ini kepada anaknya kemungkinan disebabkan karena orangtua merasa dirugikan atau terancam children-nya karena ada child lain dalam diri anaknya.Pesan ini dapat disampaikan oleh ibu yang telah memiliki banyak anak tetapi tiba-tiba hamil lagi.Dalam hati ia menolak kehamilannya.Meskipun secara rasional dengan ego state dewasanya ia menerima anaknya dengan baik ,namun secara halus ia menyampaikan pesan”kok kamu sampai lahir”
c)      Don’t be close (jangan dekat)
Pesan ini dapat diberikan oleh orangtua yang tidak bisa dekat secara fisik atau yang menjauhkan anaknya sehingga anak kurang mendapatkan kemesraan fisik dari orangtua.Anak yang kurang mendapatkan kemesraan dari orangtua akan menjauhkan diri dari orangtuanya dan orang lain.Hal ini barakibat anak mengembangkan persaaan dingin,selalu mencurigai orang lain ,tidak percaya orang lain dan keras terhdap orangtua dan memandang bahwa ia ditolak orang lain (De Blot ,2002,p.108-109 Keputusan yang  kemungkinan  diambil “saya tidak akan dekat dengan orang lain,sehingga saya tidak akan tersakiti”
d)     Don’t be important (jangan menjadi orang penting)
Pesan injunction ini merupakan pesan oragtua yang secara tidak sadar membuang anaknya.Anak mungkin  merasa tidak dihargai ketika mereka berbicara sehingga mereka memutuskan bahwa mereka inginkan dan butuhkan (De Blot,2002,p.105;Corey,1986,p.154).Orang yang membawa naskah hidup yang mengandung pesan injunction ini menjadi panik bila diberi tanggung jawab sebagai pimpinan,tidak dapat berbicara dihadapan orang banyak.Dalam pekerjaan,biasanya mereka tidak mau naik pangkat,tetapi bekerja dengan baik dan rajin sebagai bawahan.Bila ada kesempatan untuk menjadi orang yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar,ia akan selalu mencari alasan untuk menolaknya.Orang ini juga tidak perna dapat berjuang untuk kepentingannya sendiri baik menerima kekalahan.(De Blot,2002,p.105)
Keputusan yang mungkin diambil “saya tidak pernah merasa berharga”.
e)      Don’t be a child (jangan seperti anak kecil)
Pesan ini biasa diterima oleh anak tertua karena  ia harus bertanggung jawab dan merawat saudara-saudaranya.Ketika anak ini tumbuh,ia mungkin akan mendapatkan kesulitan untuk menikmati kesenangan dan menjadi anak-anak (Corey,1986,p.154).Implikasi pesan ini pada individu terlihat ketika menjadi orangtua,ia tidak memperbolehkan anaknya untuk mengembangkan childnya dengan terus menerus mengirimkan pesan:”jangan seperti anak kecil” (De Blot,2002,p.99-100)
Keputusan yang mungkin diambil “saya akan selalu dewasa dan tidak boleh bertindak seperti kekanak-kanakan”.
f)       Don’t grow (jangan jadi besar)
Pesan ini biasa diterima oleh anak bungsu.Pesan ini berupa serial pesan orangtua yang meliputi “jangan tumbuh dan meninggalkan saya “Pesan ini disampaikan orangtua karena mereka ingin mempertahankan anak mereka tetap kecil sehingga memerlukan orangtua atau orangtua takut bahwa mereka tidak dapat mengontrol anak-anak mereka bila mereka tumbuh dewasa.
Keptusan yang mungkin diambil “saya akan tetap jadi anak kecil dan tidak berdaya sehingga saya akan selalu mendapatkan hadiah dari orangtua saya” (Corey ,1989,p.154)
g)      Don’t succeed atau don’t make it (jangan berhasil)
Pesan ini biasanya disampaikan oleh orangtua yang biasa mengkritik anak-anaknya.Pesan yang disampaikan dapat berbentuk :”kamu tidak bisa melakukan ini” Anak yang menerima pesan ini mendapat stroke untuk gagal (Corey,1986,p.154).Sebagai contoh ,ayah yang lahir  dari keluarga buruh yang miskin dan tidak sempat sekolah karena harus membantu mencari nafkah.Ketika anaknya berhasil mencapai tingkat perguruan tinggi ,ia merasa bangga melihat anaknya berhasil tetapi childnya merasa iri karena anaknya lebih pandai dari dirinya (De Blot,2002,p.103)
Keptusan yang mungkin diambil “tidak peduli seberapa baik saya,saya tidak perna merasa cukup baik”
h)      Don’t be you (jangan begitu)
Pesan ini disampaikan oleh orangtua yang ingin memiliki anak dengan jenis kelamin yang berbeda dengan anak yang dilahirkan atau yang memiliki harapan yang terlalu tinggi untuk anak-anak mereka.Hal ini terlihat dari orangtua yang sering membandingkan –bandingkan dengan anak lain dalam bentuk fisik,prestasi.
Keputusan yang mungkin diambil “Saya akan berpura-pura menjadi perempuan /Laki-laki” (Corey,1986,p.154)
i)        Don’t be sane and don’t be well
Hal ini berakibat pada anak dengan little professor-nya berpikir bahwa untuk mendapatkan perhatian orangtuanya harus sakit..Ketika mencampai dewasa ,bila anak mengalami kesulitan dalam hidup ,ia akan jatuh sakit sehingga mendapat perhatian seperti yang diharapkan.Disamping itu juga ,anak belajar bahwa sakit akan menyelesaikan masalahnya,sehingga setiap mengalami masalah atau perubahan dalam hidup ,ia akan jatuh sakit (De Blot,2002,p.111)
j)        Don’t belong (jangan jadi orang kita)
Pesan ini mengindekasihkan bahwa keluarga merasa bukan bagian dari komunitas atau kelompok tertentu (Corey,1986,p.154).Individu merasa asing dapat karena ia didik oleh orangtua yang kaku sehingga merasa dirinya asing,aneh dan tidak diterima dalam lingkungan atau dapat pula anak dibesarkan oleh keluarga yang berbeda-beda seperti anak yatim (De Blot,2002,p.106-107).
Keputusan yang diambil “tidak seorangpun akan menyukai saya karena saya bukan bagian dari kelompok manapun”
k)      Don’t think (Jangan berpikir)
Bila anak bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahui ,orangtua menjawab dengan perkataan “jangan berpikir yang aneh-aneh “Hal ini akan menutup jalan berpikir anak sehingga ia tidak akan bertanya apa-apa lagi (De Blot,2002,p.103) Contoh Agus bercerita pada ayahnya “pak tadi saya membawa sepeda kebengkel karena bannya gembos terus”ayahnya membentak  “kok ga tanya-tanya dulu?jangan lancang ambil inisiatif sendiri,tanya Bapak dulu kalau mau berbuat sesuatu”
l)        Don’t feel (Jangan merasa)
Orang yang tidak dapat mengekspresikan perasaan /mencurahkan isi hatinya dapat disebabkan karena pemalu,atau tidak dibiasakan mengeksperesikan perasaannya kepada orang lain dan tidak boleh membicarakan perasaannya sendiri.Pada budaya tertentu laki-laki dilarang menunjukkan perasaan sedih dan menangis didepan umum,dan perempuan dilarang menunjukkan kemesraan didepan umum.Aturan –aturan ini menjadi pesan injuction dari orangtua keanak (De Blot,2002,p.104)
2.      Strokes
Strokes adalah bentuk pengakuan .Dapat berupa sentuhan fisik/sombolik seperti pandangan mata,kat-kata,bahasa tubuh dan verbalisasi (Thomas,et.al.,2004,p.276)
Strokes positif merupakan bagian penting dalam perkembangan kondisi psikologis yang sehat.membentuk ekspresi kasih sayang dan penghargaan .Sedangkan negatif menghambat perkembangan individu.
3.      Naska Hidup
Menurut Berne ,naskah hidup merupakan lakon hidup seseorang yang disusun sendiri pada masa kecilnya.Dia sendiri menyusun lakon hidupnya bukan pengaruh lingkungan ,orangtua,atau orang lain yang berpengaruh.Naska hidup disusun atas dasar penentuannya sendiri.Karena itu anak dibesarkan dalam lingkungan dan keadaan yang sama dengan anak lain dapat menyusun naskah hidup yang berbeda (De Blot,2002,p.107)
Pembentukan naska dipengaruhi Injunction,Stroke dan Hunger.
4.      Konsep Ego State
Terdapat 3 jenis Ego state yang secara inheren eksis dalam diri setiap individu yaitu Ego state orangtua,ego state anak-anak dan ego state dewasa.
a.       Ego state Orangtua
Terdapat dua jenis ego state orangtua
·         Orangtua yang membimbing yakni empatik dan penuh pengertian ,peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain ,serta menilai dan memberi batasan benar dan salah yang tegas
·         Orangtua yang mengkritik.Hal ini cenderung mengkritik dan menggurui .Nada suara tinggi dan keras.Sering mengatakan “Tidak”jangan”biasanya kalaubicara sambil menunjuk (Thompson,et.al.,2004,p.109;Corey,1986,p.109)
b.      Ego State orang dewasa
Ciri-cirinya berpikir logis berdasarkan fakta-fakta obyektif dalam mengambil keputusan,nalar,tidak emosional dan bersifat rasional.Kata-kata yang ditampilkan netral,diplomatis,jelas dan tidak tergesa-gesa.Ekspresi wajah tenang dan nada suara datar (Thompson,et.al.,2004,p110;Corey.1986,p110).
c.       Ego State Anak-anak
Terdapat tiga jenis ego state anak yaitu
·         Anak yang alamiah (spontan mengungkapkan perasan dan keinginan nya baik positif /negatif
·         Profesor kecil adalah menunjukkan kebijaksanaan.Ciri-cirinya adalah egosentris ,manipulatif,dan kreatif
·         Anak yang menyesuaikan diri.Melakukan penyesuaian diri terdapat ego state orangtua yang dimainkan orang lain.Jenis ego state anak yang menyesuaikan diri adalah anak yang penurut dan anak yang pemberontak.
5.      Posisi Hidup
Posisi merupakan titik pangkal dari setiap kegiatan individu,setiap penggunaan waktu,game,pembuatan rencana dan reaksi terhadap perencanaan dijiwai oleh posisi dasar ini (De Blot,2002,p.112).Keyakinan-keyakinan ini dinamakan posisi hidup terdiri dari 4 yaitu
1)      I’m Ok,You’re Ok
Posisi ini disebut sebagai dasar naskah hidup pemenang dan memiliki potensi untuk mengembangkan mental dan sehat dan dapat menyelesaikan masalahnya dengan konstruktif.Individu memiliki sistem OK-OK menentukan menyenagkan orang lain dan dia juga disenangi orang lain (Thompson ,et.al.,2004,p.113;De Blot,2002,p.113;James & Jongeward,1996,p.113)
2)      I,m Ok,You’re not Ok
Posisi ini dimiliki oleh individu yang merasa menjadi korban atau yang diperlakukan tidak baik.Mereka menyalahkan orang lain atas permasalahan yang mereka alami.Contonya oleh penjahat dan kriminal.(Thompson,et.al.,2004,p.113;De Blot,2002,p.113;james & Jongeward,1996,p.113)
3)      I,m not Ok,Your’r Ok
Posisi ini biasanya dimiliki oleh individu yang merasa tidak punya kekuatan dibandigkan orang lain.Posisi ini dapat mengarah pada depresi dan yang lebih ekstrim bunuh diri Thompson,et.al.,2004,p.113;De Blot,2002,p.113;james & Jongeward,1996,p.113)
4)      I’m not OK, you’re not OK
Posisi ini merupakan dasar paling kuat untuk menyusun naskah hidup pecundang (loser script). Dalam situasi not OK-not OK ini kedua pihak kalah menurut Child-nya. Seluruh dunia tidak baik dan hidup tidak berarti baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Individu merasa tidak menarik, tidak pantas disayangi dan orangtua tidak memperhatikan karena mereka sama buruknya. Posisi ini biasanya dimiliki oleh individu yang tidak punya keinginan hidup, bahkan dapat mengarah pada pembunuhan dan bunuh diri (Thompson, et.al., 2004, p.273-274; De Blot, 2002, p.68; James & jongeward, 1996, p.36).
Ketika posisi ini telah ditetapkan, individu akan berusaha untuk mempertahankannya dengan memberi penguatan pada posisi yang telah diambil. Dengan demikian, posisi hidup ini akan terlihat dalam games yang dimainkan dan naskah hidup individu. Hal ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
                                                                       
Pengalaman
(experience) 
Keputusan
keputusan 
(decisions)             
posisi hidup
(psychological  position)
Tingkah laku naskah yang dikuatkan
(script reinforcing behavior)
(James & Jongeward, 1996, p.38).
6.      Membuat Keputusan Ulang ( Redecisions )
The Gouldings (1978, 1979) Dalam proses membuat keputusan ulang (redecision), konseli diajak untuk kembali kemasa kecil disaat mereka membuat keputusan, kemudian membentuk ego state anak-anak dan memfasilitasi konseli untuk membuat keputusan baru. Dengan kegiatan ini, konseli diajak untuk kembali kemasa kecil secara emosional dan membuat keputusan baru secara emosional dan intelektual. Contohnya, seorang laki-laki berjuang untuk mengubah keputusan awal untuk tidak ingin hidup (sebagai hasil dari pesan “ don’t be” yang diterima dari orangtua), orang tersebut diajak untuk kembali ke situasi masa kecilnya, mengalami kembali perasaan pada masa itu dan berkata pada dirinya (dan kepada simbolisasi orangtua) bahwa ia ingin hidup, ia berhak hidup walaupun orangtuanya tidak menginginkannya lahir. Dengan demikian ia membuat keputusan baru dalam hidupnya untuk memberhantikan sikap dan tingkah laku merusak diri (self destructive) dan hidup secara penuh untuk dirinya (Corey, 1998, p.157).
7.      Games
Game adalah seri berkelanjutan dari transaksi ulterior yang saling melengkapi yang mengarah pada tujuan yang dapat diprediksi individu.          Berne (1964) percaya bahwa keuntungan game adalah fungsi stabilisasi (Homeoststic). Homeostatic adalah kecenderungan individu untuk mempertahankan keseimbangan psikologis dengan mengatur proses intrapcychic. Perubahan dalam hidup tidak mudah diterima oleh individu secara otomatis terutama orang yang membutuhkan penguatan dan konfirmasi atas prasangka, nilai dan pandangannya dan tidak banyak orang yang dapat dengan mudah menerima informasi baru. Game berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan biologis, eksitensial, psikologis, area sosial internal dan eksternal (Thompson, et,al., 2004, p.271). Bila individu terlibat dalam games yang didesain untuk membantunya bila ia jatuh. Anak mungkin akan mengatur hidupnya untuk mensabotase kesempatan untuk menikmati kesuksesan. Dengan demikian, games merupakan bagian yang penting dalam interaksi individu dengan orang lain dan individu harus memahami games yang dimainkannya untuk hidup lebih otentik (Corey, 1986, p.155).

D.    Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

Pendekatan analisis transaksional berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu: orang tua, dewasa, anak. Sifat kontraktual proses terapeutik analisis transaksional cenderung mempersamakan kedudukan konselor dan klien. Adalah menjadi tanggung jawab klien untuk menentukan apa yang akan diubahnya. Pada dasarnya, analisis transaksional  berasumsi bahwa manusia itu:
  1. Manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa lampaunya (Manusia selalu berubah dan bebas untuk menentukan pilihanya). Ada tiga hal yang membuat manusia selalu berubah, yaitu :
    1. Manusia (klien) adalah orang yang “telah cukup lama menderita”, karena itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.
    2. Adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa. Manusia tidak puas dengan kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita bahkan berkecukupan.
    3. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk melakukan perubahan.
2.      Manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Hal ini merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang yang pada mulanya tidak mau atau tidak tahu dengan perubahan, tetapi dengan adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka cakrawala barunya, maka ia menjadi bersemangat untuk menyelidiki terus dan berupaya melakukan perubahan.
3.      Manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemprograman awal (manusia dapat berubah asalkan ia mau). Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang (here and now). Berbeda dengan psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu yang terjadi pada manusia sekarang ditilik dari masa lalunya. Bagi AT, manusia sekarang memiliki kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubungannya dengan masa lalu, tapi bukan seluruhnya perilaku hari ini ditentukan oleh pengalaman masa lalunya.
4.      Manusia bisa belajar mempercayai dirinya dirinya sendiri , berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan-persaannya.
5.      Manusia sanggup untuk tampil di luar pola-pola kebisaaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
6.      Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh pengharapan dan tuntutan dari orang-orang lain
7.      Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah berbuat sebagaimana yang diperintahkan.


E.     Deskripsi Proses Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaksional

1.      Karakteristik konselor
Analisis transaksional didesain untuk mendapatkan pemahaman tentang emosional dan juga intelektual, tetapi harus difokuskan pada pada aspek-aspek yang jelas dan rasional, konselor memiliki karakteristik sebagian besar sebagai penaruh perhatian pada isu kognitif dan didaktif. Konselor membantu klien dalam hal menemukan kondisi maa lalu yang tidak menguntungkan, yaitu menentukan keputusan awal, menggunakan rencana hidup, serta mengembangkan strategi dalam hal menangani orang-orang yang pada saat ini ingin mereka pertimbangkan kembali.Konselor tidak memainkan peran sebagai pakar superior yang terpisah, dan berjauhan tempatnya, yang ada disana untuk menyembuhkan “pasien yang sakit”. Sebagian besar dari teoritikus AT menekankan pada pentingnya hubungan yang sederajat dan menunjuk pada kontrak terapi sebagai  bukti bahwa konselor dan klien adalah mitra dalam proses konseling itu. Maka, konselor membawa pengetahuan mereka dalam konteks kontrak yang jelas dan khas yang diinisiatifkan oleh klien.
Karakteristik terapis adalah sebagai penolong klien untuk mendapatkan perangkat yang dibutuhkan untuk mendapatkan perubahan.Konselor mendorong serta mengajar klien untuk menaruh kepercayaan pada Orang Dewasa, mereka sendiri dan bukan Orang Dewasanya konselor.Praktek AT kontemporer menekankan bahwa tugas kunci konselor adalah untuk membantu klien menemukan kekuatan internal mereka untuk mendapatkan perubahan dengan jalan mengambil keputusan yang lebih cocok sekarang, sebagai lawan dari terus saja hidup berdasarkan keputusan yang kuno yang telah klien buat pada masa kanak-kanak.Karakteristik sebenarnya dari konselor adalah membiarkan klien/konseli menemukan kekuatan mereka sendiri.
2.      Karakteristik Klien
Karakteristik yang dimiliki klien adalah mampu untuk dibantu membuat keputusan baru mengenai perilaku mereka pada saat ini dan arah hidup mereka. Konseli dapat mempelajari alternatif dan cara hidup yang deterministik. Esensi dari terapi adalah menggantikan suatu gaya hidup yang berciri memainkan permainan dan suratan hidup menaklukan diri sendiri yang manipulatif dengan gaya hidup yang berciri kesadaran, spontanitas, dan keakraban. Klien belajar untuk “menulis sendiri suratan hidupnya” dan bukan secara pasif “disurati” (ditentukan suratan hidupnya). Menurut Mary Goulding (1987), esensi terapi mengambil keputusan ulang terdiri dari perubahan kontraktual. Dengan melalui kerja sama, konselor dan klien menegakkan sasaran terapi yang spesifik, kemudian klien dibantu dalam hal memegang kontrol atas pikiran, perasaan dan perbuatan mereka.

F.     Teknik Konseling Pendekatan Analisis Transaksional

1.      Analisis Struktural
                 Analisis struktural merupakan perangkat yang bisa membuat manusia menjadi sadar akan isi dan berfungsinya orang tua, orang dewasa, dan anak-anak yang ada pada mereka. Kllien AT belajar cara mengidentifiksi status ego mereka sendiri. Analisis struktural menolong mereka untuk menyelesaikan pola yang dirasakan telah menjeratnya.Analisis itu menjadikan mereka dapay menemukan pada status ego yang mana dia berpijak. Dengan mengetahui itu ia bisa menentukan pilihan yang akan diambil.
                 Dua problema yang berhubungan dengan struktur kepribadian dapat dijadikan pertimbangan oleh analisis struktural: kontaminasi dan eksklusi (tidakm termasuk). Kontaminasi ada manakala isi dari sebuah status ego bercampur dengan yang lain. Si orang tua, anak-anak, atau kedua-duanya menelusup batas ego orang dewasa. Kontaminasi dari si orang tu biasanya dimanifestasikan dalam bentuk gagasan serta sikap yang berdasar prasangka; kontaminasi dari pihak anak-anak mencakup persepsi realitas yang rancau.Manakala terjadi kontaminasi orang tua, si anak-anak, atau keduanya npada orang dewasa, “batas tugas” hilang sehingga demarkasi ndari masing-masing status ego jelas terhapus. Manakala batas-batas status ego itu telah diluruskan kembali maka orang yang bersangkutan akan memahami Anak-anaknya dan Orang tuanya dan bukan dikontaminasi olehnya. Contoh dari ungkapan yang merefleksikan kontaminasi dari Orang Tua adalah “jangan bergaul dengan orang-orang diluar kelompok kita”.Contoh adanya kontaminasi dari anak-anak adalah ungkapan-ungkapan sebagai berikut “semua selalu menyalahkan saya”.
                 Eksklusi terjadi manakala, misalnya saja, status ego anak-anak yang tereksklusi “memblokir” Orang Tua atau manakala status ego dari batas status ego yang kaku tidak membiarkan adanya gerakan yang bebas. Orang yang mengalaminya mungkin terbatas dalam hal mengadakan hubungan terutama sebagai orang tua, sebagai anak-anak, sebagai orang dewasa. Orang Tua Konstan mengeksklusi orang dewasa dan anak-anak dan biasanya didapatkan pada orang-orang yang demikian terikat pada tugas dan berorientasi pada pekerjaan se.hingga mereka t’idak bisa bersantai;. Orang semacam itu mungkin yang sifatnya sok menilai, moralis, dan memaksakan kehendaknya pada orang lain. Mereka sering berperilaku dengan cara mendominasi dan otoriter. Anak-anak konstan yang mengeksklusi Orang Dewasa dan Orang Tua, dalam keadaan yang ekstrim, adalah seorang psikopat yang tanpa hati nurani.
                 Orang yang beroperasi terutama dari sudut Anak-anak Konstan akan terus menerus bersifat kekanak-kanakan mereka tidak mau tumbuh dewasa. Meereka tidak berfikir atau mengambil keputusan sendiri tetapi berusaha untuk tetap bergantung pada orang lain untuk menghindari pertanggungan jawab atas perilaku mereka sendiri. Mereka mencari orang yang mau mengurusnya. Orang Dewasa Konstan, yang mengeksklusi Orang Tua dan Anak-anak, adalah obyektif yaitu, terlibat dan peduli akan fakta. Seseorang dengan status ego  Orang Dewasa Konstan adalah pribadi yang berperilaku sebagai robot, dengan sedikit perasaan dan sedikit spontanitas.

2.      Analisis Transaksional
            Analisis transaksional pada dasarnya adalah suatu deskripsi tentang apa yang dikerjakan dan dikatakan orang itu tentang dirinya sendiri dan tentang orang lain. Apapun yang terjadi antar manusia akan mellibatkan transaksi antara status ego mereka manakala pesan disampaikan maka diharapkan adanya tanggapan. Ada tiga jenis transaksi: komplementer, lintas, dan tersembunyi. Transaksi komplementer terjadi manakala pesan yang dikirim dari status ego yang spesifik mendapatkan tanggapan seperti yang telah diramalkan sebelumnya dari status ego spesifik orang lain. Contohnya ialah transaksi anak-anak.Transaksi lintas terjadi terjadi manakala suatu tanggapan yang tidak diramalkan diberikan terhadap pesan yang dikirimkan seseorang.Transaksi lepas adalah kompleks transaksi itu menyangkut lebih dari dua status ego, dan sebuah pesan terselubung dikirimkan.

3.      Pemodelan Keluarga
            Pemodelan keluarga, satu pendekatan lagi yang dipakai dalam analisis struktural, terutama berguna untuk menangani Orang Tua Konstan, Orang Dewasa Konstan, ataupun Anak-anak Konstan. Kllien diminta untuk membayangkan suatu skenario yang mencakup sebanyak mungkin orang signifikan dimasa lewat, termasuk menetapkan situasinya dan menggunakan anggota lain sebagai pengganti anggota keluarga. Klien menempatkan mereka seperti yang dia lakukan pada situasi yang diingatnya.Diskusi, perbuatan, dan evaluasi yang kemudian menyusul aka bisa meningkatkan kesadaran tentang situasi yang spesifik dan makna personal yang oleh klien masih dianggap berlaku.
4.      Analisis dari ritual dan waktu senggang
       Analisis atas suatu transaksi mencakup  identifikasi ritual dan masa enggang yng digunaka untuk menstrukturkan waktu. Penstrukturan waktu merupakan materi yang penting untuk diskusi dan pengujian, oleh karena penstrukturan itu memantulkan keputusan dari suratan tentang bagaimana bertransaksi dengan orang lain dan bagaimana caranya untuk mendapat stroke. Orang yang mengisi hari-harinya terutama dengan ritual dan masa senggang mungkin mengalami kekurangan stroke, dan karena dia tidak memiliki keakraban dalam bertransaksi dengan orang lain. Oleh karena transaksi ritual dan masa senggang itu dinilai strokenya hanya kecil, transaksi orang macam itu akan menjadikan mereka suka mengeluh karena kekosongan, kebosanan, tidak ada kegembiraan, merasa tidak dicintai, dan merasa tidak berarti.

5.      Analisis permainan dan raket
Analisis dari permainan dan raket merupakan aspek penting untuk  memahami transaksi dengan orang lain. Berne (1964) melukiskan sebuah permainan sebagai “urut-urutan transaksi tersembunyi yang komplementer yang terus-menerus berjalan maju kearah terciptanya hasil yang tertata baik dan bisa diramalkan.Bagi sebagian besar permainan, yang telah menjadimklimaks adalah perasaan “tidak enak” yang dialami si pemain. Penting untuk diamati dan dipahami mengapa semua itu dimainkan, klimaks apa yang dihasilkan, stroke apa yang diterima, dan bagaimana permainan ini tetap menjaga jarak serta mengganggu keakraban. Belajar memahami raket seseorang dan bagaimana raket itu berkaitan dengan permainan, keputusan, dan suratan hidup orang itu merupakan proses yang penting dalam terapi AT.
            Seperti yang telah dikatakan terdahulu, raket terdiri dari dilahirkan serta dikumpulkannya perasaan yang digunakan untuk menghalalkan suratan hidup seseorang dan akhirnya untuk keputusan seseorang. Misalnya, apabila Jane menyisihkan perasaan yang tertekan, permainan yang ia mainkan dengan orang lain seringkali memiliki depresi sebagai pembayaran upah.
Manakala dia akhirnya bisa mengumpulkan perasaan depresi dalam jumlah yang cukup, dia merasa bisa menghalalkan bunuh diri, yang merupakan perbuatan yang dihadirkan untuk menutup suratan hidupnya.Hal ini berlaku bagi orang yang telah mengikutsertakan pesan “jangan ada didunia ini”.Seseorang mungkin belajar untuk mengkonversikan amarah menjadi kepedihan dan pada akhirnya depresi setelah bertahun-tahun berbenturan dalam keadaan marah, tidak pernah menyuruh agresor itu untuk berhenti. Atau sedemikian banyak amarah itu disimpan serta dikonversikan sehingga pada akhirnya tidak bisa tahan lagi, dan amarah pun meletup mkeluar dalam bentuk kekerasan terhadap diri sendiri ataupun orang lain.
Raket mencakup “pengumpulan perangko” yang dihari kemudian diperdagangkan untuk dibayar dengan harga psikologis. Si individu mengumpulkan perasaan-perasaan lama dengan jalan mengejar-ngejar atau menolong orang lain agar bisa merasakan tidak dikehendaki, marah, tertekan, ditinggalkan, rasa bersalah, dan sebagainya. Orang itu mengundang orang lain untuk memainkan peranan tertentu. Dia bisa memprogram reaksinya ini dengan jalan menutup diri secara berlebihan serta bersikap prmusuhan dan dengan jalan membujuk dirinya sendiri bahwa tidak seorangpun bisa memahami dia, dan sangat kurang menaruh kepedulian terhadapnya.
Pendekatan murni macam apapun yang datang dari orang lain akan langsung ditamengi dengan penolakannya untuk menerima apapun dari siapapun. Pada akhirnya, akan mengumpulkan perangko cukup banyak untuk membuktikan kepada seluruh kelompok bahwa selama ini dia adalah benar adanya, dan kemudian bisa berkata: “benarkan, takseorangpun yang mau peduli dengan saya”.
Raket sama pentingnya dengan permainan dalam hal memanfaatkan orang lain, oleh karena raket merupakan metode utama dalam hal menopengi manusia dari dunia nyata. Diperlukan seorang terapis yang kompeten untuk bisa memilah-milah antara amarah, kesedihan, dan rasa takut yang digunakan sebagai raket dengan ungkapan emosi yang jujur. Terapis yang kompeten dan terampil secara tepat akan menantang raket sedemikian rupa sehingga klien menjadi sadar akan perilaku mereka tanpa perlu dipaksa untuk menjadi sadar.

6.      Analisis suratan
            Tidak adanya otonomi seseorang brpangkal pada komitmen lain sering kali memiliki depresi sebagai pembayaran upahnya pada penyuratan dirinya yaitu, pada rencana hidup yang telah ditetapkan dimasa usia dini. Aspek penting dari dari suratan hidup adalah pemaksaan kualitas yang menggiring orang untuk memainkannya.
Pada mulanya penyuratan terjadi secara non verbal pada masa balita, dari pesan-pesan orang tua.Sepanjang tahun-tahun permulaan dari perkembangan, orang belajar tentang harganya sebagai seorang manusia dan tempatnya didunia kehidupan. Kemudian, penyuratan terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.misalnya, dalam suatu keluarga pesan-pesan berikut ini mungkin bisa diberikan: “dikeluarga ini, orang laki-laki menjadi tuan dirumah”. Oleh karena suratan hidup membentuk inti dari identitas  dan nasib keberuntungan seseorang, pengalaman hidup mungkin bisa menuntun orang untuk menyimpulkan, disatu pihak, dengan: saya benar-benar bebal, karena tidak ada satupun yang saya lakukan itu benar adanya. Saya pikir saya akan tetap dungu”. Disisi lain orang itu bisa menyimpulkan dengan: “saya bisa melakukan hampir semuanya dari apapun yang benar –benar saya putuskan untuk saya lakukan. Saya tahu bahwa saya bisa mencapai sasaran apabila saya salurkan usaha saya kearah yang saya ingin masuki (Gantina dkk, 2011)

Teknik dan Prosedur Terapi
            Untuk melakukan terapi dengan pendekatan AT menurut Haris dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan AT sebagai suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis kelompok. Konsep-konsep AT beserta tekniknya sangat relevan diterapkan pada situasi kelompok, meskipun demikian penerapan pada individu juga dianggap boleh dilakukan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh, bila digunakan dengan pendekatan kelompok. Pertama, berbagai ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam transaksi-transaksi bisa diamati. Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak pada masing-masing individu di kelompok bisa dialami. Ketiga, individu dapat mengalami dalam suatu lingkungan yang bersifat alamiah, yang ditandai oleh keterlibatan orang lain. Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat muncul secara wajar. Kelima, para klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam treatment kelompok.
eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam AT, yaitu;
  1. Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
  2. Metode-metode didaktik, AT menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
  3. Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
  • Permainan peran, prosedur-prosedur AT dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
  • Analisis upacara, hiburan, dan permainan, AT meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang laindan memperoleh perhatian.
  • Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan pementasan sandiwara.
Posted by Dwi Atmaja at 6:28 PM
(http://go2psychology.blogspot.com/2012/01/analisis-transaksional.html)


G.    Tujuan Konseling dengan menggunakan Pendekatan Analisis Transaksional

Tujuan utama konseling Analisis Transaksional adalah membantu konseli untuk membuat keputusan baru tntang tingkah laku sekarang dan arah hidupnya. Individu memperoleh kesadaran tentang bagaimana kebebasannya terkekang karena keputusan awal tentang posisi hidup, dan belajar untuk menentukan arah hidup yang lebih baik. Inti terapi ini adalah mengganti kearah gaya hidup yang otonom yang memiliki ciri-ciri: kesadaran, spontan,intim,dengan menggunakan game dan naskah hidup. Individu juga belajar menulis kembali naskah hidup mereka (Corey,1986,p.158).
Adapun tujuan-tujuan khusus pendekatan Analisis Transaksional adalah:
1.      Konselor membantu konseli untuk memprogram pribadinya agar membuat ego state berfungsi pada saat yang tepat.
2.       Konseli dibantu untuk menganalisis transaksi dirinya sendiri.
3.      Konseli dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain menjadi orang yang mandiri dalam memilih apa yang diinginkan.
4.      Konselo dibantu untuk mengkaji keputusan salah yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar keasadaran.

H.    Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Analisis Transaksional

Kelebihan Menurut Gerald Corey :             
1.      Sangat berguna dan para konselor dapat dengan mudah menggunakannya.
2.      Menantang konseli untuk lebih sadar akan keputusan awal mereka.
3.      Integrasi antara konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep tertentu dari terapi gestalt amat berguna karena konselor bebas menggunakan prosedur dari pendekatan lain. Bab ini menyoroti perluasan pendekatan Berne oleh Mary dan almarhum Robert Goulding (1979), pemimpin dari sekolah redecisional TA. The Gouldings berbeda dari pendekatan Bernian klasik dalam beberapa cara. Mereka telah digabungkan TA dengan prinsip-prinsip dan teknik-teknik terapi Gestalt, terapi keluarga, psikodrama, dan terapi perilaku. Pendekatan yang redecisional pengalaman anggota kelompok membantu kebuntuan mereka, atau titik di mana mereka merasa terjebak. Mereka menghidupkan kembali konteks di mana mereka membuat keputusan sebelumnya, beberapa di antaranya tidak fungsional, dan mereka membuat keputusan baru yang fungsional. Redecisional terapi ini bertujuan untuk membantu orang menantang diri mereka untuk menemukan cara-cara di mana mereka menganggap diri mereka dalam peran dan victimlike untuk memimpin hidup mereka dengan memutuskan untuk diri mereka sendiri bagaimana mereka akan berubah.
4.      Memberikan sumbangan pada konseling multikultural karena konseling diawali dengan larangan mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan keluarga dan larangan mementingkan diri sendiri
Kelemahan Gerald Corey, 1982: 398)
1.      Banyak Terminologi atau istilah yang digunakan dalam analisis transaksional cukup membingungkan.
2.      Penekanan Analisis Transaksional pada struktur merupakan aspek yang meresahkan.
3.      Konsep serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji keilmiahannya.
4.      Konseli bisa mengenali semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek diri mereka sendiri.


I.       Aplikasi dalam Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaksional

a.       Deskripsi Kronologis Masalah Konseli / Siswa
Risa (26 tahun) dan Juminten (35 tahun) merupakan pasangan suami istri yang telah dikaruniai tiga orang anak yang masih kecil. Anak perempuan yang paling besar bernama Siska (4 tahun). Sedangkan kedua adiknya laki-laki kembar bernama Doni dan Dino (2 tahun).Secara kultural Risa dan Juminten dibesarkan dalam budaya yang sangat jauh berbeda. Risa seorang Samin kulit hitam yang dibesarkan pada keluarga yang disiplin ketat dan penuh peraturan. Sedangkan Juminten yang berkulit putih dibesarkan dalam keluarga yang cenderung bebas dan tidak terlalu ketat dalam hal peraturan. Ini jugalah yang menyebabkan perbedaan pandangan mereka berdua dalam mendidik anak dan juga pembagian tugas.
Dalam pembagian tugas di rumah tangga, Risa mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan Juminten. Sebagai seorang ayah selain mencari nafkah Risa juga harus melakukan berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, merawat anak, dan sebagainya. Sebagai kepala rumah tangga Risa yang paling dominan dalam keluarga tersebut. Sedangkan Juminten hanya mendapatkan tugas-tugas rumah tangga yang lebih sederhana dan ringan. Dia juga cenderung menyerahkan berbagai tugas kepada suaminya. Sikapnya ini mungkin muncul akibat perbedaan pandangan yang terlalu mencolok antara pasangan tersebut tentang kehidupan ideal sebuah keluarga. Sehingga Juminten cenderung pasif dan menurut untuk menghindari konflik dengan suaminya.
Dalam pola pengasuhan pun mereka memiliki pandangan yang berbeda. Risa yang dibesarkan dalam keluarga disiplin menginginkan anak-anaknya menjadi penurut. Berbeda dengan Juminten yang cenderung memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Dalam mendidik anak Risa cenderung  lebih memberikan instruksi langsung berupa perintah-perintah tegas kepada anak-anaknya, sedangkan Juminten biasanya memberikan perintah dengan cara meminta dan bukan menyuruh (memanjakan).
Perbedaan ini membuat anak-anak menjadi kebingungan dalam memahami aturan keluarga. Mereka mengalami kebingungan tentang mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak boleh dilakukan akibat perbedaan pendapat di antara kedua orang tua mereka. Seringkali ketika ayahnya mengatakan iya untuk suatu hal namun ibu mengatakan tidak, begitu pula sebaliknya dan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya anak-anak menjadi semakin kebingungan dengan perilaku orang tuanya sehingga mereka cenderung tidak terkendali dan berbuat semaunya.
      
b.      Kesimpulan
Untuk mengatasi kasus ini hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyamakan konsep antara pasangan suami istri tersebut. Selain solusi lainnya juga sangat perlu dilakukan. Berikut ini merupakan upaya penanganan secara umum dari kasus perbedaan budaya dalam keluarga, antara lain :
1.      Menyamakan konsep antara pasangan suami istri tersebut.
Perbedaan tersebut perlu diselesaikan secepatnya kemudian perlu disepakati norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam keluarga.
2.      Pasangan tersebut harus menyamakan gambaran ideal mereka tentang sebuah keluarga yang baik bagi mereka berdua. Hal ini tidaklah mudah mengingat mereka berdua dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang cukup berbeda bahkan mungkin berlawanan. 
3.      Pasangan tersebut perlu menciptakan struktur keluarga mereka yang baru dimana tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sturuktur yang baru ini diharapkan menjadi penyelesaian atas kebingungan struktur yang terjadi selama ini. 
4.      Mengingat anak-anak yang masih kecil dimana sistem kognisi mereka belum berkembang secara sempurna maka anak-anak cukup menerima secara langsung kesepakatan yang dihasilkan oleh orang tua mereka. Setelah orang tua menyepakati apa yang harus dilakukan, intervensi kepada anak-anak cukup menggunakan model pendekatan behavioristic karena model pendekatan tersebut lah yang dirasa paling efektif.
Dalam konseling tidak hanya mendiskripsikan permasalahan secara umum saja melainkan juga dengan menggunakan berbagai pendekatan dan tehnik agar permasalahan klien benar-benar ditangani sebaik mungkin. Untuk lebih terperinci lagi upaya penanganan diatas akan didampingi dengan pendekatan-pendekatan yang tepat sebagai upaya dalam menyelesaikan masalah klien.
c.       Deskripsi Ketepatan masalah tersebut diatasi dengan
Pendekatan analisis transaksional
Menurut Gerald Corey Analisis Transaksional berakar pada filosofi antideterministik. Analisis ini juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta tuntutan oleh orang lain yang signifikan baginya, terutama oleh karena keputusan yang terlebih dulu telah dibuat pada masa hidupnya mereka pada saat mereka sangat tergantung pada orang lain. Tetapi keputusan dapat ditinjau kembali dan ditantang, dan apabila keputusan yang telah diambil terdahulu tidak lagi cocok, bisa dibuat keputusan baru. Pendekatan ini memiliki beberapa struktur kepribadian antara lain status ego anak (SEA), status ego orang tua (SEO) dan status ego dewasa (SED).
Dibawah ini adalah penjelasan secara singkat tentang struktur kepribadian :
a.       Status Ego Anak (SEA). Ego anak dapat dilihat dalam dua bentuk yaitu sebagai seorang anak yang menyesuaikan dan anak yang wajar. Anak yang menyesuaikan diujudkan dengan tingkah laku yang dipengaruhi oleh orang tuanya. Hal ini dapat menyebabkan anak bertindaak sesuai dengan keinginan orang tuanya seperti penurut, sopan, dan patuh, sebagai akibatnya anak akan menarik diri, takut, manja, dan kemungkinan mengalami konflik. Anak yang wajar akan terlihat dalam tingkah lakunya seperti lucu, tergantung, menuntut, egois, agresi, kritis, spontan, tidak mau kalah dan pemberontak.di dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat jika terjadi suatu interaksi antara dua individu.
b.      Status Ego Dewasa (SED). Status ego dewasa dapat dilihat dari tingkah laku yang bertanggung jawab, tindakan yang rasional dan mandiri. Sifat dari status ego dewasa adalah obyektif, penuh perhitungan dan menggunakan akal.Didalam kehidupan sehari-hari interaksi dengan menggunakan status ego dewasa.
c.       Status Ego Orang Tua (SEO). status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya.Ada dua bentuk sikap orang tua, yang pertama adalah orang tua yang selalu mengkritik-merugikan, dan yang kedua adalah orang tua yang sayang.
Dari ketiga ego states tersebut kasus perbedaan budaya dalam keluarga dapat ditangani menggunakan pendekatan analisis transaksional. Dilihat dari SEO yang ada dalam kasus dimana pasangan tersebut mencoba menanamkan apa yang klien dapatkan dari orang tuanya dulu untuk diterapkan dalam kehidupan barunya atau kehidupan rumah tangganya saat ini. Sedangkan SEAnya, anak meniru perilaku orang tua yang keliru.
Dengan menggunakan  tehnik permission (pemberian kesempatan) dalam analisis transaksional maka klien akan diberikan kesempatan untuk menggunakan waktunya secara lebih efektif, klien diharapkan dapat mengalami semua status ego yang biasanya dilakukan dengan mendorong klien untuk menggunakan kemampuan status ego dewasanya untuk menikmati kehidupan. Selain itu mengubah perintah-perintah lama atau persepsi lama dan menggantinya dengan persepsi baru yang lebih baik tanpa menghilangkan  status ego dewasanya. Dengan pendekatan dan tehnik tersebut diharapkan klien dapat mengubah pola perilaku yang keliru dan mulai membuat keputusan baru yang sesuai dengan emninggalkan keputusan lama yang sudah tidak fungsional lagi

Load disqus comments

0 comments

Popular Posts